Kamis, 12 Mei 2011

al-Quran Sebagai Pedoman tanpa Keraguan

Kenapa ada Keraguan terhadap al-Quran
Seringkali kita jumpai beberapa orang non Islam atau bahkan orang Islam itu sendiri ragu terhadap al-Quran. Baik dari keotentisaannya, kandungannya, maupun ajarannya. Tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa al-Quran itu adalah bohong, ketinggalan zaman, bahkan tak mengikuti perkembangan zaman. Mereka mengatakan demikian karena mereka belum mengetahui bagaimana al-Quran itu sebenarnya, bagaimana mereka diturunkan, dan bagaimana keagungan al-Quran.
Dalam kesempatan kali ini penulis ingin menjelaskan tentang beberapa pandangan orientalis tentang al-Quran yang sangat menginjak-injak kemu’jizatan al-Quran, yang menimbulkan keraguan-keraguan terhadapnya, dan akan dijelaskan juga bagaimana struktur dalam al-Quran, dan terakhir akan dijelaskan beberapa peristiwa-peristiwa maha dahsyat yang tertulis dalam al-Quran. Dengan demikian penulis berharap para pembaca bisa mengambil pelajaran, dan benar-benar mengembalikan kemurnian al-Quran, sehingga menjadi pedoman bagi umat Islam dan menghilangkan keraguan terhadapnya.

Usaha orientalis dalam melemahkan al-Quran
Salah satu penyebab timbulnya keraguan dalam al-Quran adalah karena kehebatan para orientalis dalam mencari celah dan kelemahan al-Quran yang sebenarnya dibuat-buat oleh kepandaian mereka yang cenderung menjerumuskan. Secara bahasa orientalisme berasal dari kata orient yang artinya timur. Yaitu orang yang menekuni dunia ketimuran. Utamanya, istilah orientalis diberikan kepada orang-orang Nasrani yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab. Sedangkan kata isme sendiri menunjukkan makna faham. Jadi orientalisme bermakna suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta lingkungannya.
Kajian mengenai orientalisme tidak terlepas dari wacan hubungan Islam dan Barat. Umumnya, dipahami bahwa kalangan orientalis memahami Timur sebagai suatu pemahaman dan analisa yang tidak berimbang, cenderung menyudutkan pihak yang kedua.
Orientalisme merupakan suatu ilmu yang membahas tentang bahasa. Budaya termasuk agama dan kesustraan masyarakat timur, keahlian di atas juga tidak bisa dinamakan Orientalis karena terbukti tidak sedikit dari mereka yang di namai Orientalis, dan tidak juga orang barat dinamakan sebagai orang Orientalis, tetapi orientalis adalah yang membahas al-Qur’an dengan tidak adanya keterbatasan akal, melainkan sengaja ingin membuat suatu tandingan dari pada al-Qur’an agar mereka dapat menjatuhkan agama Islam yang mereka kira ke autentikan al-Qur’an perlu di pertanggung jawabkan.
Para orientalis mencoba untuk mengkritisi al-qur’an melalui pendekata sosio-historis, dimana pendekatan tersebut dalam pengkajian al-Qur’an di Barat berpakar dari historisme, yang beranggapan bahwa masa lampau harus di teliti dalam berpangkal dari masa itu sendiri, bukan dari masa kini atau sutu bagan luar. Pendekatan sosio-historis ini sering dipergunakan oleh orientalis untuk menunjuk untuk berbagai kejadian aneh berkiatan dengan teks, bahasa al-qur’an dan bagaimana al-Qur’an diturunkan, dan dibukukan.
Para orientalis telah menghujat al-Qur’an. Mereka menolak, jika al-Qur’an meluruskan pondasi agama Yahudi Kristen. Dalam kaitannya dengan agama Kristen misalnya Allah berfirman: “ Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam” Sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga.” Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Selain itu Allah melaknat orang-orang Nasrani karena menyatakan Al Masih itu putra Allah.
Pernyataan al-qur’an tersebut membuat kalangan Kristiani marah dan geram. Oleh sebab itu, sejak awal mereka menganggap al-qur’an sama sekali bukan kalam Ilahi. Mereka menjadikan Bibel sebagai tolak ukur untuk menilai al-qur’an. Mereka menilai bila al-qur’an bertentangan dengan kandungan Bibel. Maka al-Qur’an yang salah, mereka berani mengkritik bahwa al-qur’an bersumber dari syetan. Padahal dalam dalam perdebatan antara umat Islam yang dilakukan di Bandung pada tahun 2004, sangat jelas kita saksikan bagaimana para pendeta diam seribu bahasa ketika seorang Syaikh menjelaskan tentang kepalsuan bibel. Bahkan sangat jelas disampaikan bahwa bibelpun pada hakikatnya mengakui kerasulan Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir dengan membawa mu’jizat berupa al-Quran yang merupakan pedoman umat Islam sepanjang zaman.
Jika kitab pedomannya saja mengakui Nabi dengan al-Quran, kenapa justru kebanyakan orang kristen terutama kalangan orientalis mengingkari al-Quran? kemudian atas dasar apa mereka mengatakan bahwa bibel paling benar dibanding dengan kitab-kitab yang lain?
Anton Tien merupakn kalangan Kristen yang sering menjadikan risalah Abdul Masih al-Kindi sebagai rujukan untuk menghujat al-Qur’an. Yang mana al-Kindi menyimpulkan orang yang percaya al-Qur’an berasal dari al-Qur’an adalah orang yang sangat tolol. Menurut dia Muhammad dengan al-Qur’annya sama sekali tidak membawa mukjizat, sebagaimana Nabi Musa yang membelah laut dan Kristus yang menghidupkan orang mati serta menyembuhkan penyakit kusta.

Ricar Bell, seorang orientalis abad XX, dengan memerhatikan QS.al-Muzamil(73):1-8, mengatakan bahwa nabi Muhammad saw bersusah payah menempatkan ayat al-qur’an sesuai urutan wahyu, memilih waktu malam sebagai yang paling kuat dalam kesan dan paling tepat dalam ujaran yaitu, waktu munculnya pikiran paling jelas dan kata-katanya paling tepat. Bahkan Bell memahami QS al-Qiyamat (29): 16-19 sebagai upaya nabi sedang mati-matian mengarang dengan mencari kata-kata yang bisa mengalir lancar dan bersajak untuk mengungkapkan maknanya, mengulang-ngulang frase dengan bersuara kepada diri sendiri, mencoba memaksa kelanjutannya menjadi jelas. Padahal seperti kita ketahui bahwa Nabi ketika mendapat wahyu beliau dilarang mengucapkan lafadz tersebut, karena Allah telah mengumpulkannya didalam dada nabi. Nabi adalah seorang yang buta huruf, yang tak bisa membaca. Jika mengatakan bahwa itu adalah tulisan dan karya beliau, maka bagaimanakah Nabi menulisnya?
Pandangan Bell ini dengan sengaja mengkaburkan kenyataan bahwa al-Qur’an, sekalipun disampaikan melalui lisan Nabi SAW, betul-betul merupakan wahyu yang datang dari Allah. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat bahwa al-Qur’an tidak hanya memuat hal yang sesuai dengan kehendak Nabi. Jikaulah memang al-Quran merupakan buatan dan karangan Nabi, pastilah beliau akan membuat sajak-sajak yang mengangung-agungkan dirinya, dan akan membuat al-Quran sesuai dengan keinginan hatinya. Sedangkan dalam al-Quran banyak kita jumpai ayat-ayat yang menegur Nabi. Jika itu adalah karangan Nabi, kemudian siapakah yang menegur Nabi dalam ayat tersebut?
Sangat jelas sekali bahwa pendapat para orientalis tersebut telah menelanjangi ke-orisinilan al-Quran. Apa yang dikatakan oleh Anton Tien dalam penjelasan diatas sangat tepat jika kita kaitkan dengan surat al-Baqarah ayat 13, yaitu orang-orang kafir yang inkar kepada al-Quran.
Pada hakikatnya apa yang orientalis lakukan terhadap al-Quran adalah karena kebencian dan keirian yang mendalam terhadap umat Islam apalagi terhadap al-Quran. Karena seperti kita ketahui, umat Islam yang tersebar di seluruh pelosok dunia ini, semuanya berpegang teguh pada satu kitab. Dan menjadi pedoman dalam berperilaku dan juga beribadah. Setiap timbul suatu permasalahan dalam kehidapan, maka jalan yang diambil adalah melalui al-Quran. Tak herankan jika mereka terus menggali kesalahan bahkan kesalahan yang dibuat-buat yang tak lain bertujuan untuk melemahkan al-Quran dan menimbulkan keraguan dalam diri umat Islam agar mereka berpaling dari al-Quran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar